Jumat, 16 Oktober 2020

4 BUDAYA KHAS LAMONGAN

 1. Wanita Melamar Pria

Sebelum menikah, lazimnya pihak calon suami akan mengunjungi pihak calon istri untuk melakukan lamaran. Tapi di Lamongan, justru hal sebaliknya yang terjadi. Meskipun tradisi wanita melamar pria sudah mulai terkikis, tetapi keunikan ini layak diceritakan sebagai bagian dari budaya yang pernah eksis karena memiliki sejarah di masa lalu.

Menurut cerita rakyat setempat, dahulu kala Bupati/Adipati Panji Puspa Kusuma yang memimpin Lamongan mempunyai dua putra rupawan bernama Panji Laras dan Panji Liris. Ketampanan mereka meniru saya dikenal di mana-mana sehingga tak heran banyak gadis yang terpikat oleh pesonanya.

Dua putri Wirasaba asal Kediri, sumber lain menyebutkan dari Kertosono, pun takluk pada ketampanan putra Lamongan kembar tersebut. Sayang sekali, ketika kedua putri mendarat di bumi Lamongan, sebuah insiden kecil terjadi yang membuat lamaran dan pernikahan urung dilakukan. Terjadilah perang antara pihak Lamongan dan Wirasaba. Panji Laras dan Panji Liris tewas terbunuh.

Dari sinilah asal usul kenapa pihak wanita terkesan lebih agresif dengan meminang calon mempelai pria. Pernah saya dengar ada kasus lamaran yang berjalan alot, kalau tak salah antara Lamongan dan Jombang, karena kedua pihak mempertahankan budaya masing-masing dengan menunggu dilamar.

2. Cinjo

Cinjo atau tinjo adalah mengirimkan makanan kepada orang yang dianggap tua dalam silsilah keluarga. Misalnya adik kepada kakak, ponakan kepada paman/tante, dan seterusnya. Makanan yang dikirim biasanya yang siap santap seperti gulai atau kari ayam, nasi putih, bandeng kuah, dan kadang dengan tambahan kue. Cinjo dilaksanakan menjelang Idulfitri dan pengirim kerap mendapatkan uang sebagai imbalan saat pulang.

3. Megengan

Megengan adalah berbagi nasi berkatan dengan lingkungan sekitar ketika puasa Ramadan berakhir. Biasanya warga satu RT secara bergiliran menyediakan berkatan berisi nasi dan lauk dibungkus plastik untuk dibagi sesama warga. Kadang dilakukan serentak, tetapi sering kali dihelat dalam beberapa hari agar masing-masing tidak kesulitan membawa berkatan terlalu banyak.

4. Lebaran Ketupat

Lebaran ketupat adalah momen yang paling saya nantikan. Setelah berpuasa sebulan penuh pada bulan Ramadan, masyarakat di desa kami langsung menyambung dengan puasa enam hari, yakni tanggal 2-7 pada bulan Syawal. Tanggal 8 Syawal jemaah setempat berkumpul di serambi masjid selepas shalat Subuh untuk menyantap ketupat dan lepet bersama-sama. ini sebagai tanda bahwa puasa Syawal sudah berakhir karena 6 hari sebelumnya kami tak bisa makan setelah Subuh.

Nikmat sekali ikut acara ini. Bercengkerama dengan warga sambil bertukar ketupat dan lepet yang dibuat oleh tangan-tangan andal khas desa. Selain lebaran ketupat, sebenarnya ada kesempatan lain saat kami menyantap ketupat-lepet di masjid. Biasanya diadakan pada tanggal 15 bulan Sya’ban selepas magriban.

0 komentar:

Posting Komentar